Kenaikan nilai impor terjadi di seluruh golongan barang yang menjadi indikasi berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik.
Pewarta : Irwan Adhi Husada | Editor : Nurul Ikhsan
JakartabisnisID – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja neraca perdagangan Indonesia. Dari rilis itu, lembaga itu melaporkan kinerja ekspor selama November 2021 mencapai USD22,84 miliar dan impor senilai USD1,33 miliar.
Dari hasil laporan itu, lembaga itu berkesimpulan ekonomi nasional sudah mulai pulih, sektor industri mulai terus bergerak menuju perbaikan. Indikator itu menunjukkan arah itu berupa peningkatan nilai impor barang konsumsi dan bahan baku atau penolong.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, kenaikan nilai impor terjadi di seluruh golongan barang yang menjadi indikasi berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik. “Peningkatan impor November baik secara bulanan maupun tahunan untuk kelompok barang konsumsi dan bahan baku atau penolong menunjukkan ekonomi domestik makin baik,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (15/12/2021) dikutip dari Indonesia.go.id.
Dia menjelaskan, impor bulanan Indonesia terus menunjukkan kenaikan dalam dua tahun terakhir. Pada periode hingga November 2021, impor bulanan selalu lebih tinggi daripada 2020 kecuali pada Januari 2021.
Masih dari data BPS, berdasarkan penggunaan barang, impor pada November juga memperlihatkan kenaikan baik secara bulanan maupun tahunan. Kenaikan tertinggi terlihat pada impor barang konsumsi yang naik 25,89 persen dibandingkan dengan Oktober 2021, atau naik 53,84 persen secara yoy (year-on-year) menjadi USD2,00 miliar.
Demikian pula dengan impor bahan baku/penolong tercatat naik 16, 41 persen dibandingkan Oktober 2021 atau tumbuh 60,49 persen dibandingkan dengan November tahun lalu. Nilai impor bahan baku/penolong mencapai USD14,33 miliar.
“[Ini] mengindikasikan sektor-sektor industri sudah mulai meningkat dan ada perbaikan,” ujar Margo.
Bagaimana dengan kinerja impor barang modal pada November 2021? BPS menyebutkan impor barang modal juga tumbuh 25,17 persen dibandingkan dengan Oktober 2021 atau naik 23,09 persen dibandingkan dengan November 2020 menjadi USD,00 miliar.
“Untuk barang modal bagi industri juga makin bagus dalam kaitannya untuk peningkatan kapasitas produksi barang dan jasa. Ini menunjukkan pemulihan terjadi dan ini jadi indikasi bagus ekonomi domestik,” katanya.
Impor Mesin Naik
Berdasarkan golongan barang, kenaikan impor terbesar terjadi pada impor mesin dan perlengkapan elektrik yang bertambah USD425,5 juta, mesin/perlengkapan mekanis naik USD418,0 juta, dan produk farmasi naik USD187,8 juta. Dari paparan soal kinerja perdagangan selama November 2021, Margo menekankan bahwa neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus sebesar USD3,51 miliar.
Namun, Kepala BPS menjelaskan, pencapaian surplus ini lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Oktober 2021 yang mencapai USD5,74 miliar. Terkait dengan nilai ekspor November 2021, BPS mencatat kenaikan 3,69 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi USD22,84 miliar.
Sepanjang November 2021, ekspor nonmigas mencapai USD21,51 miliar, naik 2,40 persen dibandingkan dengan Oktober 2021, dan naik 48,38 persen daripada ekspor nonmigas November 2020. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari—November 2021 mencapai USD209,16 miliar atau naik 42,62 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kinerja positif juga dicatat ekspor nonmigas mencapai USD197,98 miliar atau naik 42 persen. Berkomentar soal hasil rilis BPS soal kinerja neraca perdagangan periode November 2021, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menilai, perlambatan pertumbuhan ekspor pada November 2021 dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti musim dan turunnya volume ekspor komoditas utama.
“Ekspor cenderung turun menjelang holiday season di luar negeri. Di sisi lain volume ekspor CPO juga turun terlepas dari harga yang melanjutkan kenaikan pada November. Hal ini terlihat dari penurunan ekspor bulanan terbesar terdapat di kode HS 15,” kata Lutfi dalam siaran persnya, Rabu (15/12/2021).
Ekspor produk minyak sawit dalam kode HS memperlihatkan penurunan bulanan terdalam sebesar USD811,4 juta. Padahal, harga minyak sawit pada November cenderung lebih tinggi daripada Oktober 2021.
Namun Lutfi juga menekankan, kenaikan impor yang lebih tinggi adalah wajar. Mendag mengatakan, kenaikan dipicu oleh aktivitas manufaktur dan mobilitas yang lebih longgar.
“Meski impor barang konsumsi naik pesat secara bulanan, bahan baku/penolong serta barang modal masih mendominasi impor dengan persentase 90 persen. Artinya, kenaikan impor masih dalam posisi yang sehat dan untuk menunjang aktivitas industri dalam negeri,” katanya.
Di sisi lain, Kadin Indonesia seperti disampaikan Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani menilai, para eksportir telah optimal memanfaatkan momentum kenaikan permintaan pada akhir tahun, meski pertumbuhan ekspor pada November 2021 memperlihatkan perlambatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Dia meyakini, volume ekspor pada November 2021 lebih tinggi daripada Oktober 2021 kendati pertumbuhan nilai ekspor tidak naik signifikan karena harga komoditas cenderung turun dan melandai setelah mencapai puncak pada Oktober 2021.
Menurutnya, pertumbuhan nilai ekspor di November tidak setinggi yang diperkirakan karena booming harga komoditas global yang tadinya bakal bertahan hingga Februari atau Maret 2022 mengalami normalisasi yang jauh lebih cepat.
“Jadi, bukan masalah kita tidak menggunakan momentum permintaan akhir tahun. Namun lebih disebabkan adanya faktor pendukung penting dari peningkatan nilai ekspor berupa harga komoditas global tidak setinggi yang diperkirakan,” kata Shinta.
Di sisi lain, dia menilai, kinerja pertumbuhan impor yang membaik menunjukkan ada perbaikan produktivitas industri di dalam negeri. Shinta juga menegaskan, situasi itu belum bisa menjadi pertanda bahwa industri melakukan ekspansi produksi pada 2022.
Tak dipungkiri, kinerja yang positif baik ekspor maupun impor yang menunjukkan tanda produktivitas atau mesin industri di dalam negeri sudah menderung lagi, pelaku usaha diminta tetap waspada. Apalagi tren sebelumnya bisa jadi patokan bahwa pertumbuhan impor biasanya akan melandai atau kembali turun setelah Imlek atau ketika euforia liburan akhir tahun mereda.
Jadi, kita masih belum bisa memastikan apakah ini sinyal untuk ekspansi produksi sepanjang 2022 atau hanya sepanjang momentum akibat permintaan akhir tahun. Waktu nanti yang akan menjawabnya. Kita tetap harus optimistis menyongsong 2022 di depan mata. (Firman Hidranto)