Pewarta : Irwan Adhi Husada | Editor : Nurul Ikhsan
JakartabisnisID – Otoritas Jasa Keuangan secara resmi meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2021–2025 bagi industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) untuk meningkatkan kontribusi nyata BPR dan BPRS bagi masyarakat dan perekonomian di daerah.
Dalam seremonial virtual peluncuran roadmap tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, menjelaskan bahwa roadmap ini merupakan pedoman bagi industri BPR dan BPRS termasuk otoritas, instansi atau lembaga terkait untuk semakin mengembangkan industri BPR dan BPRS.
BACA JUGA : Perkuat Daya Saing di Pasar Global, Kemendag Gelar Konsultasi Bisnis Bagi Pemenang GDI
“Roadmap ini akan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan ke depan dan menjadi arah jalan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS menjadi bank yang agile, adaptif, kontributif dan resilient dalam memberikan akses keuangan kepada UMK dan masyarakat di daerah,” kata Heru.
Dalam roadmap ini, OJK memberikan ruang bagi BPR dan BPRS untuk menyalurkan kredit/pembiayaan kepada debitur di luar wilayah operasionalnya. Mekanisme tersebut dilakukan melalui kolaborasi dengan fintech lending dengan skema many to one dalam bentuk sindikasi antar-BPR, yang memiliki jaringan kantor pada wilayah domisili dan atau lokasi usaha calon peminjam.
BACA JUGA : Kemendag Pastikan Pasokan Kedelai Cukup untuk Natal 2021 dan Tahun Baru 2022
“Dengan berbagai langkah dalam peta jalan ini, BPR dan BPRS diharapkan dapat bersinergi dengan seluruh industri di sektor jasa keuangan, sehingga pada akhirnya BPR dan BPRS dapat tumbuh dan berkembang untuk meningkatkan inklusi keuangan atau akses keuangan di wilayahnya,” kata Heru.
OJK juga mendorong upaya digitalisasi BPR dan BPRS yang dilakukan secara mandiri maupun melalui kerjasama dengan institusi/lembaga seperti Bank Umum, fintech lending dan perusahaan fintech lainnya, e-commerce maupun ekosistem digital lainnya.
Roadmap industri BPR dan BPRS mengusung empat pilar utama yaitu:
- Penguatan Struktur dan Keunggulan Kompetitif, sebagai aspek fundamental untuk meningkatkan daya saing BPR dan BPRS melalui penguatan permodalan, konsolidasi, penerapan tata kelola dan manajemen risiko, serta produk dan layanan yang inovatif.
- Akselerasi Transformasi Digital, untuk mendukung peningkatan daya saing BPR dan BPRS terkait produk dan layanan digital, dengan mengutamakan sinergi dan kolaborasi dengan lembaga lain.
- Penguatan Peran BPR dan BPRS terhadap Daerah atau Wilayahnya, sebagai wujud kontribusi dan peran serta BPR dan BPRS terhadap akses keuangan bagi usaha mikro kecil (UMK) serta masyarakat di daerah atau wilayahnya.
- Penguatan Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan, merupakan peran OJK selaku otoritas sesuai dengan kewenangan terkait pengaturan, perizinan dan pengawasan industri BPR dan BPRS.
Untuk mendukung keberhasilan implementasi roadmap ini ditetapkan juga empat pilar perangkat pendukung yaitu:
- Kepemimpinan dan manajemen perubahan yang memiliki komitmen tinggi;
- Infrastruktur teknologi informasi yang memadai;
- Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni; serta
- Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan.
Kinerja BPR dan BPRS
Kinerja BPR dan BPRS secara umum masih terjaga meski pertumbuhan bisnis sempat melandai. Rasio CAR menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit yang menunjukkan tren peningkatan. Pada September 2021 kinerja BPR dan BPRS tumbuh positif. Total aset tumbuh sebesar 8,90 persen, DPK 11,27 persen, dan kredit/pembiayaan tumbuh sebesar 4,33 persen.
Selain itu, kebijakan penguatan industri BPR dan BPRS melalui konsolidasi yang intensif melalui mekanisme Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3), telah menurunkan jumlah BPR dan BPRS untuk meningkatkan skala usaha dan penguatan kelembagaan.
Jumlah BPR menurun sebanyak 156 BPR sejak 2015 hingga 2021 akibat mekanisme penggabungan dan peleburan. Selain itu dalam lima tahun terakhir sejumlah BPR telah melakukan penguatan permodalan untuk menuju kelompok usaha yang lebih tinggi.
Hal ini terlihat dari penurunan jumlah BPR Kegiatan Usaha (BPRKU) 1 sebanyak 306 BPR yang diiringi peningkatan jumlah BPRKU 2 sebanyak 114 BPR dan BPRKU 3 36 BPR. Sama seperti Bank Umum, sejumlah kecil BPR besar mendominasi pangsa pasar.